Jumat, 18 Mei 2012

Halalkan Aku Dengan Ar-Rahman


DINAR MUHARRIRAH AL-LATHIF…
Ketika matahari tak juga kunjung datang menyentuh kalbuku...
Aku berdiri di ruang semesta seraya memuja asma-Nya dan membisikkannya untukmu...
Engkau yang menyikap jiwa dan menutupi malamku…
Engkau yang berterbangan laksana benih-benih sehat dalam kiasan gagahnya jiwa…
Laksana detik dawai sang biidadari…
Ia pernah menari-nari di krikil indah keanggunannya…
Sampai-sampai berlalu bahwa engkau begitu indah…
Lenyapkan rasa-rasa intuisi yang tak berimaji…
Malam-malam pun kian erat memelukknya, dengan dekapan tali merdu nadanya… 
Memutuskan awan bergelayun dalam biduk sempurnamu…
Oh itu… dia yang begitu lembut seperti nama yang tersemat padanya ; al-Lathif…
Dia yang bgtu adil dalam menabur paruh-paruh syukur… 
Aku ingin berdiri, sekali saja memetik indah syair panca sempurnamu… 
Dan untukmu malam-malam sahabat relung…
Jika wajibmu ingin menjemput pagi… 
Sampaikan satu ayat cinta manusiawi…
Ya.. bahwa aku cinta karna-Nya..
Dinar…
“Bolehkah aku meminta kedua kakimu untuk menjadi Surga bagi anak-anakku?

Dari Hamba-Nya yang masih memperbaiki diri
___Syahid al-Ghazi___

+++++
Dinar tak bergeming di depan Notebook putihnya pasca membaca barisan bait syair yang dialamatkan oleh Syahid untuknya. Tubuhnya kaku laksana ribuan voltase listrik menyengat raganya. Sama sekali tak diduganya, kala itu Syahid meminta alamat emailnya dengan dalih ada urusan yang tak bisa diucapkan oleh lisannya. Kini, misteri itu terungkap, Syahid bermaksud mengirimkan suara hatinya sekaligus menyatakan hajatnya untuk meminang Dinar.

“Astagfirullahal’adzim…. SubhaanaAllaah….” Dinar hanya menyebut asma-NYA ketika gundah melandanya. Tak pernah terpikir olehnya bahwa Syahid yang selama ini adalah kakak tingkatnya di kampus biru dan hanya pernah satu kali bertemu di agenda dakwah, kini ia memintanya untuk menjadi surga bagi anak-anak Syahid kelak.

“Kak Syahid… Kenapa kau memilihku?” Dinar bertanya seorang diri. Ditengah popularitasnya di kalangan ikhwan-akhwat, Syahid memang menjadi “Bintang Kejora” untuk para akhwat di kampusnya. Dinar memang selama ini menyembunyikan rasa kagumnya pada sang ketua pergerakan mahasiswa yang diikutinya yang tak lain adalah Syahid al-Ghazi. Berapa pun usahanya untuk melenyapkan pesona Syahid, tetap tak berhasil dilakukannya. Dalam diam, Dinar telah terenggut sebilah rasa oleh Syahid.

“Rabbi… tunjukkanlah yang terbaik untukku…. Aku ingin menggenapkan separuh dien bukan untukku sendiri. Aku ingin menunaikan hak anak-anakku dengan memilihkan calon ayah yang terbaik untuk mereka. Jika Kak Syahid baik untukku, baik untuk anak-anakku kelak, baik untuk keluargaku, dan baik juga untuk agama ini, maka permudahlah ya Allah urusan ini…” Sebaris doa dari Dinar pada Rabbnya. Setelah itu ia shalat istikharah untuk menjemput petunjuk-NYA.

+++++
Seminggu berlalu. Dinar semaksimal mungkin meminta petunjuk-NYA dengan terus berdoa dan melakukan istikharah. Tak disangka, Syahid bergerak cepat dengan mengutus kakaknya ; Asri yang tak lain adalah musyrifahnya Dinar untuk menjadi wakilnya dalam menerima jawaban atas pinangannya.

“Dek,,, saya sudah tahu kalau Syahid berniat mengkhitbahmu. Dia meminta mbak untuk menanyakan jawabanmu” Asri to the point akan kedatangannya menemui Dinar di rumahnya
“Iya Mbak. Seminggu yang lalu, kak Syahid mengirim email ke saya dan mengajukan pinangan ke saya”
“Terus, bagaimana jawabanmu, Dek?” selidik Asri
“Saya tidak bisa memutuskan seorang diri, Mbak. Sebenarnya saya sudah mempunyai jawaban tersendiri dengan istikharah yang saya tunaikan… Namun, jika kak Syahid serius ingin menjadikan saya pendamping hidupnya, saya ingin kak Syahid datang langsung menemui kedua orang tua saya dan meminta izin kepada mereka untuk mengkhitbah saya. Jawaban orang tua saya adalah jawaban saya juga. Maaf, Mbak. Tolong sampaikan hal ini kepada kak Syahid”
“Baiklah, Dek. Sebaiknya juga memang Syahid menyatakan langsung kepada ornag tuamu. InsyaAllah besok kami akan datang menemui orang tuamu. Bisa kan?”
“Besok? secepat itu, Mbak? Mbak Asri kan belum bilang ke kak Syahid”
“Hmm… Dek… Syahid serius dengan keinginannya untuk menjadikanmu sahabatnya yang halal. Sebelum mbak kesini, mbak sudah meminta komitmennya. Dia bilang ke mbak, akan menerima keputusan apapun darimu. Dia juga akan nurut dengan semua keputusan mbak. Jadi, ketika mbak bilang besok kami akan kesini, itu juga sama dengan keputusan Syahid. Semakin cepat semakin baik kan, Dek?”
“Baiklah mbak. Saya akan membicarakan hal ini ke orang tua saya untuk menyambut mbak sekeluarga”
“Na’am… semoga yang terbaik akan melingkupi kita ya, Dek”
“Aamiin.. makasih mbak…” Dinar mendekap erat musyrifahnya ; Asri

+++++
Esok harinya, ba’da ashar rombongan keluarga Syahid tiba di rumah Dinar. Hal pertama dilakukan salam perkenalan dari pihak keluarga masing-masing. Selanjutnya, pihak keluarga Syahid, membiarkan Syahid bersuara langsung untuk menyampaikan maksud keluarganya menemui keluarga Dinar.

“Sebentar. Ngomong-ngomong Dinar dimana ya pak?” Ibu Syahid bersuara. Sejak penyambutan keluarga itu, Dinar memang belum menampakkan dirinya. Hanya keluarganya yang menyambut kedatangan keluarga Syahid.

“Saya disini” Tiba-tiba sosok gadis berjilbab Ungu muda dengan kerudung warna senada menampakkan dirinya di tengah-tengah ruang keluarga yang tak lain gadis itu adalah Dinar. Dinar merunduk ketika menghampiri perkumpulan dua keluarga itu. Tak bisa dipungkirinya bahwa ini dimensi yang sangat menegangkan bagi dirinya. Ia pun bersalaman kepada semua keluarga Syahid
“Maaf. Saya tadi ada urusan dengan adik-adik TPA jadi baru bisa sempat hadir sekarang”
“Ooh…” hadirin bisa memaklumi alasan Dinar
“Dinar,,, sini duduk di samping ayah dan bunda” seru Ayah Dinar
“Nggih, Pak” Dinar pun menuruti seruan ayahnya
“Baiklah nak Syahid. Silakan, apa maksud nak Syahid dan keluarga datang kemari” Ayah Dinar bersuara
“Bismillah… Asslaamu’alaikum wr.wb.” Syahid mulai bersuara. Tak terdengar nada gugup dari lisannya, meskipun hal yang terjadi dalam hatinya begitu bergemuruh untuk menyampaikan maksudnya terhadap Dinar dan keluarganya
“Wa’alaikumussalaam wr.wb.” Seluruh yang berada di ruangan itu menyahut salam Syahid
“Hal pertama yang ingin saya samapaikan adalah rasa terimakasih saya kepada Bapak keluarga karena telah menerima kedatang saya dan keluarga saya. Kami disini bermaksud menjalin silaturrahmi dengan keluarga Bapak. Selain itu, ada maksud lain yang ingin saya sampaikan kepada Bapak” Syahid menatap pasti kepada ayahnya Dinar. Memang ayahnya Dinar begitu berkharisma. Nyaris saja Syahid merasa minder ketika akan menyampaikan maksudnya pada beliau. Namun, ia meneguhkan hatinya untuk benar-benar meminta izin padanya agar Dinar menjadi istrinya.
“Silakan, Nak. Apa yang ingin nak Syahid katakan” Pak Lathif, alias ayahnya Dinar mempersilakan Syahid untuk berterus terang.
“Bismillah… Bapak saya minta izin, saya mau minta kedua telapak kaki anak perempuan bapak yaitu Dinar Muharrirah al-Lathif, untuk menjadi surga bagi anak saya, Insya Allah” akhirnya terucapkan juga hal yang membuat sesak dadanya. Syahid berhasil mengalamatkan semua hal yang ingin disampaikannya kepada ayahnya Dinar.
“Hmm… jadi itu maksudmu nak Syahid” Tiba-tiba suasana hening…. menunggu jawaban atas pernyataan Syahid pada Pak Lathif
“Syahid,,, saya tidak rela melepaskan anak saya untukmu. Kami sudah mendidiknya sebaik mungkin hingga anak kami menjadi anak yang shalihah, InsyaAllah. Tiba-tibak nak Syahid datang dan meminta anak kami untuk menjadi pendamping nak Syahid nanti. Tentu saja kami tidak rela”
“Maksud bapak, saya tidak diperkenankan memperistri puteri bapak?” Syahid tertegun mendengar pernyataan ayahnya Dinar
“Perkaranya bukan itu, hanya… Saya belum mengenal nak Syahid  dan saya tidak akan membiarkan anak saya bersama orang yang tidak tepat. Mohon maaf, keputusan saya adalah keputusan Dinar juga dan saat ini saya belum mengenal nak Syahid. Jadi saya tidak bisa melepaskan anak saya untuk nak Syahid”
“Pak, izinkan saya memperkenalkan diri saya, Pak”
“Kalau begitu, saya ingin tahu apa motivasi dan tujuan nak Syahid menikah, dan bagaimana gambaran nak Syahid untuk membangun keluarga nanti?” Pak Lathif mengintrogasi Syahid, sedang yang lain hanya bisa menahan nafas untuk mengurangi ketegangan pembicaraan antara Pak Lathif dan Syahid
“Baik akan saya gambarkan tentang tujuan dan motivasi saya menikah juga gambaran pendidikan untuk anak-anak saya…
Bismillah… Setiap kita memiliki gharizah nau, yang dengannya Allah SWT memberikan potensi untuk menimba pahala ataupun dosa. Sungguh, saya adalah pemuda yang juga memiliki potensi menumpuk dosa disaat nau sulit untuk dikontrol, apalagi ditengah zaman yang segala maksiat dilegalkan ini. Oleh sebab itu, sudah menjadi jalan keluar salah satunya adalah dengan menikah, agar diri yang hina ini terhindar dari dosa-dosa yang telah menjerat, yang itu semua saya niatkan agar dengan menikah maka Allah akan ridho terhadap saya. Saya sangat berharap semua anggota keluarga yang saya bangun bisa berkumpul kelak di jannah Allah SWT. Caranya adalah dengan membekali mereka pemahaman keislaman yg benar. Tentang pendidikan anak, ada tiga poin. Pertama, pendidikan informal dalam keluarga, penanggungjawab utamanya ada di pundak ibunya sebagai pendidik pertama dan seterusnya, di samping juga merupakan tanggungjawab saya sebagai qawam. Kedua, Pendidikan formal, pada tahap ini saya berniat menyekolahkan anak-anak saya di lembaga pendidikan yang Islami meskipun swasta tak masalah, kalau perlu pesantren dan diasramakan, supaya pergaulannya terjaga.  Ketiga, pendidikan nonformal di tengah masyarakat, Saya berharap anak-anak saya bergaul dan berinteraksi di tengah-tengah masyarakat yang kondusif secara keislaman, ini sekaligus tugas da’wah suami istri untuk memperbaiki keislaman lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Begitu pak tujuan saya menikah dan sekilas pendidikan anak-anak yang saya rancang” Syahid menjelaskan dengan lugas dan tegas
“Coba nak Syahid jelaskan tentang pemahaman nak Syahid tentang Islam”
“Tak banyak yang saya tahu tentang Islam, karena begitu banyak Islam mengajarkan tentang menjalani kehidupan ini. Yang saya tahu, Islam adalah dien yang memiliki sistem untuk mengatur manusia dengan Tuhan, mengatur manusia dengan manusia yang lain serta mengatur manusia dengan dirinya sendiri. Sebuah agama yang sempurna, yang dengan menerapkan dan menjalankan semua perintah-Nya maka manusia akan selamat dunia akherat.”
“Sekarang jelaskan ke saya, mana yang lebih penting, seorang istri yang bekerja atau seorang istri atau jadi ibu rumah tangga mendidik anak?”
“Sebenarnya saya lebih menyukai istri saya memenuhi aktivitasnya dirumah, baik rumah sendiri maupun rumah saudara lainnya. Jadi, saya ingin istri saya nanti di rumah saja alias tidak bekerja. Fokus di rumah mendidik anak-anak saya. Kalaupun terpaksa menambah nafkah, maka saya akan meminta istri saya untuk membuka usaha di rumah saja, tanpa harus keluar rumah beraktivitas kesana kemari. Bagaimanapun juga. mencari nafkah adalah tanggungjawab saya kelak selaku qawam keluarga.”
“Sebenarnya kriteria istri seperti apa yang nak Syahid inginkan? hingga pilihan nak Syahid jatuh ke puteri saya?”
“Untuk keluarga saya, saya mengharapkan istri saya bisa menyayangi keluarga saya dan menerima kondisi kami apa adanya, berikut semua kekurangan yang ada pada keluarga saya. Saya juga berharap istri saya bisa memposisikan diri sewajarnya, misalnya ketika ada acara keluarga dan lain-lain. Untuk saya pribadi, saya mengingankan pasangan yang pemalu, akhlaknya baik, pandai mendidik anak, serta tidak berkata keras atau kasar kepada saya. Selain itu, karena pemahaman keislaman saya  tidak luas dan mendalam, maka saya mengaharapkan pendamping yang bisa diajak belajar bersama tentang Islam.
Mengenai alasan saya kenapa menjatuhkan pilihan kepada puteri bapak, tentu itu tak lepas dari istikharah yang terlebih dahulu saya tunaikan. Sebenarnya sejak awal dek Dinar menjadi darisahnya mbak Asri, saya sudah diajukan oleh mbak Asri untuk menjadikan dek Dinar menjadi istri saya. Saya pun selama ini dalam diam mengikuti perkembangan gerak dek Dinar dan saya semakin yakin memilih dek Dinar setelah menemukannya dalam istikharah saya.”
“Lalu,, apa saja hal yang tak berkenan di hati nak Syahid dari seorang istri?”
“Saya hanya tidak berkenan pada istri yang meremehkan keislaman dan tanggungjawabnya. Perkataannya kasar dan tidak mematuhi perintah saya yang sesuai syara.”
“Sekarang… pertanyaan yang menentukan… Apa alasan nak Syahid untuk meyakinkan saya agar saya melepaskan puteri saya untuk nak Syahid?”
“Hmm… Saya menginsyafi bahwa diri saya bukanlah seorang insan yang sempurna. Saya hanya meminta kepada Allah agar Allah menolong separuh agama saya dengan seorang bidadari dunia yang shalehah. Saya ingin berjual beli dengan Allah melalui jihad di keluarga dan mempersembahkan generasi-generasi terbaik untuk Islam melalui anak-anak saya kelak. Saya memang tak bisa berjanji akan menghantarkan puteri bapak kelak ke Surga, karena yang menentukan semuanya adalah Allah. Kini, saya hanya bisa mengulurkan tangan dan meminta bapak merelakan puteri bapak untuk bersama-sama saya berlayar di medan jihad keluarga untuk meraih ridha Allah. Itu saja, Pak.”
“Hahaha… Nak Syahid… kamu mengingatkan saya ketika muda dulu. Sungguh nekat dan percaya diri. Baiklah… Dinar, anakku. Bagaimana pendapatmu? Kamu mau menerima Syahid sebagai calon ayah untuk anak-anakmu dengan segala konsekuensinya? tentu kamu tadi sudah mendengar bagaimana visi, misi, konsep rumah tangga yang ingin dibangunnya, pendidikan untuk anak-anaknya, dan hal lain. Apa kamu mau menerima Syahid, nak?”
Dengan malu-malu dan dihiasi rona pipi yang semakin memerah, Dinar menyatakan suara hatinya dengan tetap merundukkan pandangan ke bumi yang dipijaknya.
“Sudah saya serahkan sejak awal bahwa keputusan ayahanda adalah keputusan saya juga. Saya tahu ayahanda adalah seorang yang adil dan bijaksana dalam menyelesaikan perkara.”
“Baiklah… Saya tanya sekali lagi ke nak Syahid. Benar, nak Syahid sudah siap menikah?”
“Bismillah… InsyaAllah… Saya siap, Pak.”
“Jangan bermain dengan perkara pernikahan ini. Sekali mengatakan siap, berarti detik ini juga siap untuk menikah”
“Saya komitmen pak dengan kata-kata yang saya lontarkan. Detik ini pun, saya siap untuk menikah”
“Kalau begitu, saya akan merelakan anak saya untuk nak Syahid. Dengan syarat, Ijab Qabulnya malam ini, tepat di malam takbir idul fitri. Ba’da isya kita langsungkan akad nikahnya di masjid al-Aqsha”
“Sebentar, Pak. Kenapa harus terburu-buru. Kita belum mempersiapkan apa-apa” Ibu Syahid bersuara
“Tidak usah mempersiapkan apa-apa. Yang penting ada mahar, penghulu, dan saksi. Saya sendiri yang akan menikahkan puteri saya dengan nak Syahid. Bagaimana nak Syahid? masih berkomitmen untuk menikahi anak saya malam ini?”
“Saya siap, Pak. Tapi, mahar adalah hak dek Dinar.”
“Oh iya…Coba nak Syahid tanya ke Dinar apa mahar yang diinginkannya” Pak Lathif menyarankan
“Dek Dinar, boleh saya tahu, adek mau mahar apa?” Kini Syahid melontarkan pertanyaan kepada Dinar. Akhwat yang ditanya Syahid pun hanya diam sejenak dan pandangan tetap setia menatap hamparan bumi
“Halalkan saya dengan surah ar-Rahman kak… cukup itu menjadi mahar untuk saya. Saya tidak menginginkan yang lain.” Akhirnya Dinar bersuara setelah sekian lama diam
“Kenapa adek ingin surah ar-Rahman?”
“Pernah saya membaca sebuah riwayat yang mengatakan bahwa jika Al-Quran diibaratkan seorang pengantin, maka pasangan pengantinnya adalah Ar-Rahman. Saya ingin kak Syahid seperti halnya Al-Quran dan saya adalah pengantinnya Al-Quran. Kak Syahid hafal surah Ar-Rahman kan?”
“InsyaAllah… Saya hafal Ar-Rahman dek”
“Pak Lathif, saya siap melaksanakan akad malam ini dengan mahar surah Ar-Rahman” Seru Syahid pada Pak Lathif
“Baiklah…. lebih baik segera kita umumkan ke Masjid al-Aqsha. Malam ini ba’da isya akan dilangsungkan akad nikah Dinar dan Syahid”
“SubhaanaAllaah…” degup jantung seluruh yang ada di ruang tamu seakan kembali normal setelah “sidang” antara Pak Lathif dan Syahid,

Sungguh kejadian yang tak terduga. Satu minggu tepa­tnya tanggal 23 Ramadhan 1433 Hijriyah, Syahid melayangkan keingininannya menjadikan Dinar sebagai istrinya via e-mail, seminggu kemudian, tepatnya tanggal 1 Syawal 1433 hijriyah, keduanya melangsungkan akad suci untuk meraih ridha ilahi di Masjid al-Aqhsa…
BarakaAllahu ‘alaikuma wa BarakaAllah baynakuma wa jama’a baynakuma fil khair…
…Selesai…

By : Tahrera Lathifah
Aktivis SENADA, LPM Hamfara, Buletin Jemari Dakwah
Bogor_Yogyakarta




Cerita yang bagus buat para Ikhwan yang mau menyusul. Bisa dijadikan referensi bagaimana tegangnya pada saat menghitbah seorang bidadari dunia. Pertanyaan pak lathif dan jawaban syahid dihafalin ya.....
eh,,, jangan lupa hafalin surah Ar-Rahman. hehehehehehe ^_^ (Alam)

0 komentar:

Posting Komentar