Kamis, 13 September 2012

Arab Saudi: Hari-hari Terakhir Negara Antek Barat

Oleh  Adnan Khan

Suatu laporan terbaru Kongres AS telah menunjukkan pasar senjata global yang terus tumbuh dan bahwa penjualan senjata AS telah meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya – 2010.

Total penjualan senjata di seluruh dunia hampir meningkat dua kali lipat yakni menjadi $ 5.3 milyar, AS mendapat keuntungan $ 66.3 milyar hingga $ 21,4 miliar pada tahun 2010. Laporan tersebut menunjukkan bahwa Rusia, negara dengan penjualan senjata kedua tertinggi, hanya menjual senjata bernilai $ 4.8 milyar.

Arab Saudi adalah pembeli senjata global terbesar di dunia dan pelanggan Amerika terbesar dalam masa ketidakpastian ekonomi. Secara total Saudi membeli $ 33. 4 milyar, dari Amerika Serikat. Hal ini terutama terdiri dari 84 jet tempur F-15 yang canggih.

Selama sepuluh tahun terakhir, Arab Saudi telah menjadi salah satu importir senjata terbesar. Sementara Arab Saudi memproduksi peralatan militer yang sangat sedikit, negara itu telah menggunakan kekayaan energinya untuk mempersenjatai diri dengan persenjataan terbaru dan tercanggih di dunia. Sementara hal ini banyak menyerap para pekerja asing, tindakan Saudi secara global tidak mencerminkan posisi ini. Bahkan Arab Saudi bertindak dari posisi yang lemah meskipun memiliki emas hitam yang paling didambakan.

Arab Saudi mengklaim mewakili umat karena mempertahankan perwalian atas dua Masjid Suci. Namun, hal ini belum berimbas pada kebijakan luar negeri dan hubungan dengan umat yang lebih luas. Kami menemukan bahwa persediaan senjata Saudi termasuk tank tempur terbaru (M-1A2 Abrams dan 290 AMX-30), angkatan udara yang memiliki lebih dari 300 jet yang meliputi Eurofighter Typhoon dan Tornado IDS yang di- upgrade,  pesawat-pesawat temput F-15 Eagle dan F -15E Strike Eagle. Hal ini akan mengejutkan banyak orang ketika mengetahui bahwa kekuatan militer Saudi dan teknologinya adalah cocok bagi negara-negara Eropa dan lebih unggul dari Israel pada banyak hal.

Ketika diletakkan dalam konteks kekayaan kekayaan militer, ketidakmampuan rezim Saudi untuk memberikan perlindungan apapun terhadap umat Islam dalam krisis baru-baru ini tampaknya tidak lebih dari tindakan kriminal. Pembantaian di Burma baru-baru ini adalah suatu kasus dalam masalah ini. Dalam satu pukulan saja, Arab Saudi bisa mengakhiri seluruh episode itu melalui kekuatan senjatanya saja, bahkan ancaman aksi dari kekuatan semacam itu kemungkinan akan sudah cukup. Tentara Burma hampir tidak memiliki pengalaman melawan kekuatan tempur konvensional karena sebagian besar sejarahnya telah disibukkan dalam berbagai pemberontakan dalam negeri. 30 Pesawat F7 Burma bukanlah tandingan untuk melawan pesawat Saudi Eurofighter Typhoon. MiG-29  (dari model tahun 1970-an, yang dibeli pada tahun 1996 dari Rusia yang digunakan sebagai stok surplus) mungkin adalah jet-jet tempur Burma yang paling “modern,”  yang mereka memiliki.  Pertahanan udara mereka sudah usang dan bahkan senjata-senjata yang dipasok  Cina ke Burma adalah model-model lama. Dalam hal terjadi  terjadi serangan, jet-jet Saudi akan pulang bahkan sebelum Burma tahu mereka telah diserang.

Peralatan militer, teknologi dan kemajuan tidaklah berguna jika tidak cocok dengan ambisi global. Nabi  SAW  berperang dalam banyak peperangan dengan infanteri  yang jumlahnya kalah dengan jumlah yang dimiliki oleh musuh, tetapi melalui ambisinya beliau berhasil menaklukkan Semenanjung Arab.  Para sahabat beliau membawa dien ini hingga ke Cina dan pantai Atlantik, sementara mereka juga berurusan dengan Imperium Persia dan Romawi. Arab Saudi pada hari ini sebagian besar adalah negara buatan yang diciptakan dari abad ke-19 dimana para penguasanya berturut-turut bekerja untuk membantu kekuatan-kekuatan global mencapai tujuan-tujuannya di wilayah itu daripada mengejar ambisi mereka sendiri.

Episode ini menunjukkan bahwa yang kurang bukanlah teknologi, atau senjata. Melainkan masalahnya adalah kurangnya ambisi dan kemauan politik, dan keterikatan pada tujuan politik Barat yang tidak lain adalah suatu hubungan antara tuan-budak. Musim semi Arab telah menunjukkan bahwa hubungan seperti ini telah berakhir dan bahwa Kerajaan Saudi harus memperhatikan apa yang telah terjadi dengan antek-antek lain di wilayah ini.(rz/khilafah.com)


0 komentar:

Posting Komentar