Oleh : Syamsul Alam
Memang layak bila Buruh Migran Wanita (BMW) Indonesia mendapatkan
gelar sebagai pahlawan devisa. Menurut Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan TKI (BNP2TKI), pada tahun 2008 sumbangan devisa buruh migran mengalami
kenaikan sangat signifikan. Jumlah uang yang mereka kirimkan ke tanah air
mencapai USD 8,24 miliar atau sekitar Rp 86,7 triliun. Kiriman uang (remitansi)
para TKI naik sekitar 37 persen.
Tragisnya,
Di saat Presiden SBY berbusung dada menerima gelar ksatria ‘Knight Grand Cross
in the Order of the Bath’ atau Ksatria Salib Agung dari Ratu Inggris Elizabeth
II, pada saat yang sama para Buruh Migran Wanita (BMW) Indonesia dihinakan. Ini
menyusul maraknya iklan obral TKI di Malaysia. Iklan itu di antaranya berbunyi
¨Indonesian maids now one sale! 45% discount¨.
Di
Singapura lebih tragis. Bukan sekadar iklan yang ditempel di kaca, tapi para
TKW diberikan seragam dan diminta duduk berjajar layaknya barang dagangan untuk
dipilih pembeli. Misalnya di Bukit Timah Plaza, Singapura. Hal itu berdasar
informasi yang diterima Anggota Komisi III DPR RI, Eva K Sundari di Jakarta
(www.gatra.com, 6/11/12)
Beberapa
kalangan pun marah. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, mengecam keras penyebarluasan
promosi atau iklan penawaran TKI itu. Ia meminta Malaysia melarang pemasangan
iklan itu karena memperdagangkan manusia tidak selayaknya terjadi dan tidak
beradab (Vivanews, 28/10/12).
Tak
hanya itu, sudah banyak kejadian-kejadian pilu yang menimpa BMW/TKW seperti
kecelakaan kerja, kematian, over kontrak, pelecehan seksual, pemerasan,
penganiayaan, penipuan, penyekapan, perkosaan, permasalahan hukum, trafficking
(perdagangan manusia), dan depresi.
Masih
ingatkah kita tentang kasus sumiati yang mengalami penyiksaan sadis yang diduga
dilakukan majikannya. Bibir atas perempuan 23 tahun itu hilang, tubuhnya
mengalami luka bakar di beberapa titik. Kedua kaki perempuan malang ini juga
nyaris lumpuh, kulit tubuh dan kepalanya terkelupas, jari tengah retak, alis
matanya juga rusak. Sementara, Kikim dibunuh oleh majikannya dengan secara
sadis. Jenazah Kikim ditemukan tiga hari sebelum Idul Adha di sebuah tong
sampah umum.
Sumbangsi
BMW/TKW terhadap negerinya sendiri sungguh berbanding terbalik dengan perlakuan
yang diterimanya. “BMW/TKW juga manusia “ yang seharusnya mendapatkan kehormatan
dan perilaku yang baik. Tak selayaknya mereka mendapatkan siksaan baik secara
fisik maupun nonfisik. BWM/TKW juga warga negara Indonesia yang berhak
mendapatkan pelayanan negara secara memuaskan, apa pun statusnya. Mereka adalah
warga negeri ini yang berjuang mendulang devisa.
Bila
ditelisik lebih dalam, munculnya fenomena berbondong-bondongnya tenaga kerja
asal Indonesia untuk pergi menjemput rezeki ke luar negeri, tidak bisa
dilepaskan dari kondisi ekonomi di dalam negeri. Kemiskinan yang terstruktur
dan semakin mencekik leher masyarakat di negeri ini telah pasti membuat hidup
semakin susah. Sementara akibat kemiskian itu, otomatis tidak ada jaminan untuk
hidup sejahtera bagi masyarakat.
Kondisi
itu ditambah lagi dengan sempitnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh
pemerintah hingga menyebabkan jumlah pengangguran kian ‘bertumpuk’ dari masa ke
masa. Kalau pun ada lapangan kerja, upahnya juga sangat murah dan tak sesuai
harapan.
Bagaimana
tidak menggiurkan para rakyat Indonesia yang tidak memiliki keahlian dan
pendidikan yang baik?
Pandangan
Islam Terhadap Wanita
Berbeda
jalan ceritanya jika kaum wanita dibesarkan dan dididik dalam naungan Islam.
Hal ini dibuktikan dengan besarnya bentuk penghargaan Islam kepada makhluk
bernama wanita, mulai dari buaian ibu hingga akhir hayatnya. Ketika wanita
lahir ke dunia sudah dijamin penghidupannya oleh kedua orangtua hingga ia
memilih untuk melanjutkan hidup dengan pasangannya. Kemudian ketika sudah
menikah, tanggung jawab menghidupi wanita berada di pundak suami hingga akhir
kehidupan wanita. Sungguh betapa dimuliakan dan dimudahkan wanita oleh Islam.
Islam
memandang wanita layaknya “berlian” yang harus dilindung dan dijaga sehingga
tak seorang pun boleh menyentuhnya kecuali orang-orang yang diperbolehkan.
Laki-laki
akan menjadi pemimpin dan pelindung kaum perempuan (QS an-Nisa’ [4]: 34). Suami
adalah pemimpin istrinya. Laki-laki akan memperlakukan perempuan secara baik,
karena syariah Islam telah mewajibkan demikian (QS an-Nisa’ [4]: 19). Suami
wajib menafkahi istrinya, ayah wajib menafkahi putrinya (QS al-Baqarah [2]:
233). Jadi tak sepantasnya wanita menjadi BMW/TKW dikarenakan adanya kewajiban
seorang lelaki (suami) untuk menafkahi keluarganya.
” ..
barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al Maidah: 32). Sungguh tidak
layak dan laknat seorang yang membunuh baik itu perempuan dan apapun status dan
kondisi sosialnya. Apalagi seorang jika yang dibunuh adalah seorang muslim,
Rasulullah bersabda “Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada
terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Muslim, An Nasa’i dan At Tirmidzi).
Islam
Memuliakan dan Menyejahterahkan
Islam
memiliki aturan yang komperehensif yang menjamin keadilan bagi siapapun
termasuk perempuan. Hanya sistem Islam yang memberi solusi atas setiap
persoalan kehidupan yang berangkat dari pandangan yang universal mengenai
perempuan. Yakni pandangan yang melihat perempuan sebagai bagian dari
masyarakat manusia, yang hidup berdampingan secara harmonis dan damai dengan
laki-laki dalam kancah kehidupan ini.
Islam
telah menetapkan hukum-hukum syara’ dengan sangat rinci dan detil. Dengan
hukum-hukum syara’ inilah, semua persoalan perempuan akan diselesaikan secara
tuntas dan adil. Kemuliaan perempuan juga akan terjaga. Hal ini sejalan dengan
pandangan Islam yang menetapkan peran dan posisi yang strategi dan mulia bagi
perempuan, yakni sebagai pendidik dan penjaga generasi. Dan Islam menetapkan
fungsi negara untuk menjamin agar peran dan posisi strategis dan mulia
perempuan melalui penerapan hukum-hukum syara’ secara utuh dan konsisten. Hukum
Islam yang total ini tidak akan berfungsi dengan sempurna kecuali hanya dalam
wadah institusi Daulah Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj kenabian
Khilafah
Islam, tidak saja mempersiapkan kaum perempuan kompeten menjadi Ibu dan
pengelola rumah tangga, namun juga mempersiapkan kaum perempuan agar mampu
menjalankan berbagai fungsi publik yang disyariatkan baginya. Misal sebagai
anggota parpol, anggota majelis umat, dokter, guru, perawat, bidan, serta
berbagai keahlian lain yang selaras dengan fitrah perempuan dan penting bagi
eksistensi kepemimpinan peradaban Islam.
Dalam
sistem Khilafah, umat hidup dalam ketenangan dan rasa aman, karena Khalifah
akan memberikan perlindungan dan pertolongan kapan saja. Tidak dijumpai pada
masa Khilafah berbagai tindak kekerasan dan pelecehan, apalagi kepada
perempuan, seperti yang terus terlihat saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar